Selamat Datang

Selamat Datang di rumah kata Asihocan.

Rabu, 12 Januari 2011

Seminar BIPA

Nama              : Asih
NIM                : 0706352
Mata Kuliah   : Seminar BIPA

JAWABAN UAS TAKE HOME

1.      Tiga versi pandangan dalam teori pemerolehan bahasa:
a)      Teori Behaviorisme;
Teori behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangan penting dalam memelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa memelajari bahasa berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulu-respon dengan penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh situasi ynag dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang.
b)      Teori Mentalis;
Teori Mentalis (pelopor – Bloomfield, Edward Sapir, Fries, Boas dan Brooks)
Ahli psikologi yang turut berpegang pada teori ini termasuklah B.F Skinner, Pavlov, Hull dan Thorndike. Golongan mentalis berpendapat bahawa bahasa dikuasai melalui proses pengulangan. Oleh yang demikian proses pengajaran bahasa haruslah menekankan latihan dan pengulangan yang banyak.
Teori Pembelajaran Mentalis (Menurut Noam Chomsky)
Teori ini menekankan fungsi mental seseorang manusia itu. Menurut Chomsky, kanak-kanak akan mengalami beberapa peringkat perkembangan dalam pemikiran iaitu bermula dari peringkat terendah deria motor, kemudian kepada pra-operasi, operasi konkrit dan operasi formal. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa, kanak-kanak akan menguasai kemahiran memahami terlebih dahulu sebelum mereka belajar bertutur.
c)      Teori pemerolehan bahasa versi Krashen
Ada Sembilan hipotesis yang diajukan Stephan Krashen mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu:
1.      Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran (Acquisition-Learning Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa ada dua sistem belajar bahasa kedua, setiap sistem terpisah satu sama lain namun saling terkait. Kedua hal tersebut adalah acquired system dan learned system. Acquired system mengacu ke proses bawah sadar yang dikembangkan oleh seorang anak ketika belajar bahasa pertmanya (native language). Selama proses pemerolehan ini biasanya anak tidak terlalu fokus dengan structure, tetapi lebih pada meaning. Sedangkan learned system mengacu pada usaha anak untuk menguasai structure sederhana bahasa kedua. Biasanya hal ini dilakukan dalam situasi yang formal.
2.      Hipotesis Monitor (Monitor Hypothesis)
Hipotesis ini menjelaskan bagaimana hubungan anatara acquired system dan learned system tersebut diatas. Acquired system itu akan bertindak sebagai pengambil inisiatif dalam performasi. Sedangkan pengetahuan yang didapat dari learned system berperan sebagai penyunting dan pengoreksi apabila ada kesalahan dalam structure. Tentu saja peran learned system sebagai penyunting akan sukses bila memenuhi tiga macam kondisi berikut: 1). Pemakai bahasa memiliki waktu yang memadai/tidak terburu-buru. 2). Pemakai bahasa memusatkan perhatiannya pada language structure yang diperlukan. 3). Pemakai bahasa mengetahui structure yang diperlukan pada saat ia berinteraksi.
3.      Hipotesis Urutan Alamiah (Natural Order Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahawa dalam proses pemerolehan bahasa anak-anak memperolehan unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksi sebelumnya. Urutan yang dimaksud bersifat alamiah, yaitu, melalui empat tahap: 1. Producing single words.2. Stringing words together based on meaning and not syntax. 3. Identifying the elements that begin and end sentences. 4. Identifying the different elements within sentences and can rearrange them to produce questions
4.      Hipotesis Masukan (Input Hypothesis)
Hipotesis ini menerangkan tentang proses pemerolehan bahasa pada pembelajar bahasa kedua. Pemerolehan itu dapat terjadi apabila masukan (input) itu dapat dipahami (comprehensible). Comprehensible input itu bisa didapatkan melalui tuturan dan bacaan yang dapat dipahami maknanya. Untuk memahami input itu pembelajar bisa dibantu dengan penguasaan tatabahasa yang telah diperoleh sebelumnya, pengetahuan tentang dunia, penjelasan atau gambar-gambar dan struktur tersebut dipahami dan bantuan penerjemahan.
5.      Hipotesis Saringan Afektif (Affective Filter Hypothesis)
Hipetesis ini menekankan akan pentingnya faktor dalam diri pembelajar bahasa (external factors) dalam mensukseskan pemerolehan bahasanya. Faktor-faktor tersebut yaitu: motivasi (motivation), keyakinan diri (self-confidence), dan rasa takut (anxiety). Jika pembelajar memiliki motivasi dan kepercayaan diri yang tinggi maka ia akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Sebliknya jika ia masih memiliki rasa takut (anxiety) untuk mengungkapkan sesuatu yang diperolehnya atau melakukan latihan, maka akan terjadi mental block (saluran mental yang buntu) sehingga akan menghambat proses pemerolehan bahasanya. Mental block itu akan menghambat comprehensible input ke dalam Language Acquisition Device.
6.      Hipotesi Pembawaan (bakat)
Bahasa kedua diperoleh dari pembaawan (bakat), secara tidak langsung seorang pembelajar bahasa sudah mempunyai pengetahuan awal tentang kaidah pola ujaran. Kaidah itulah yang memungkinkan seseorang mempunyai tuturan baru.
7.      Hipotesis Sikap
Hipotesis sikap dibagi dua yaitu:
Intropert adalah orang yang tertutup dalam pembelajaran bahasa maka dia tidak akan berkembang pemerolehan bahasanya.
Ekstropert : oaring yang sikapnya lebih terbuka terhadap pembelajaran bahasa makana akan lebih cepat dalam pembelajaran bahasa.
8.      Hipotesis Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertam aterjadi apabila sesorang anak manusia semula tanpa bahasa dan kini mulai memperoleh satu bahasa. Bhasa pertama dikatakan diperoleh ketika waktu anak-anak.
9.      Hipotesi Variasi Individual dalam penggunaan monitor
Ada tiga tipe pengguna yaitu:
a.       Monitor pemakai pasif (monitor Overusers) adalah pengguna yang merasa mereka harus “tahu aturan” untuk segalanya dan tidak sepenuhnya memeercayai kemampuan tat bahsa di dalam bahasa kedua.
b.      Tipe underuser, yang tampak sangat bergantung seutuhnya pad apa yang bisa “pilih” dari bahasa kedua.
c.       Optimal User dalah pengguna yang menggunakan pembelajaran sebagai suplemen yang nyata untuk mendapatkan kemahiran/ penguasan, melakukan pengamatan ketika memang diperlukan dan ketika menghalangi komunikasi (misalnya menyiapkan pidato dan menulis).
2.      Pendapat Walbarg Klein (1986) tentang hipotesis pemerolehan bahasa:
Menurut Klien (1986) bahasa asing digunakan untuk menyatakan bahasa yang diperoleh di dalam lingkungan tempat bahasa tersebut biasanya tidak digunakan (yakni biasanya melalui pembelajaran) dan kalau sudah diperoleh, bahasa tersebut tidak digunakan oleh pemelajar dalam situasi rutin , sehari-hari.
3.      Peranan lingkungna formal dan informal dalam pembelajaran BIPA dan hubungan keduanya:
Peranan lingkungan formal dalam pembelajaran BIPA untuk mengetahui kaidah-kaidah bahasa secara baku, secara terstuktur, menurut teorinya,
Peranan lingkungan nonformal untuk tempat berpraktik pembelajar BIPA dalam bahasa. Misalnya percakapan sehari-hari , bahasa di pasar yang tidak sama dengan bahasa formal.
Hubungan keduanya dalam pembelajaran saling mendukung satu sisi pembelajar BIPA memperoleh pembelajaran bahasa secara teori dan satu sisi memperoleh pembelajaran secara langsung bagaiman penggunaan bahasa tersebut digunakan dalam interaksi sehari-hari. Gabnungan dari kedua lingkungan ini akan mempercepat dalam pembelajaran bahasa bagi pembelajar BIPA.
4.      Yang dimaksud dengan kontak budaya, kejutan budaya (shock culture), dilengkapi dengan contohnya!
Kontak budaya adalah pertemuan antara du abudaya baik itu budaya baru maupun budaya lama. Contohnya misalnya budaya Jawa dan budaya Sunda berbau sehingga menimbulkan budaya baru.
Kejutan budaya merupakan istilah yang digunakan bagi menggambarkan kegelisahan dan perasaan (terkejut, kekeliruan, dll.) yang dirasakan apabila seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika berada di negara asing. Contoh Seorang pembelajar Amerika merasa kaget ketika belajar di Indonesia karena perbedaan kultur misalnya dalam hal tegur sapa (basa basi ) ynag sering dilakukan oleh orang Indonesia. Perbedaan makanan, kebersihan dll.
Sumber:
Suherman, Agus. 2008. Makalah Analisis Teori Monitor dalam Akuisisi Bahasa Kedua. Unpad:tidak diterbitkan.
Kristianty, Theresia. 2006. Pandangan-pandangan Teoristik Kaum Behaviorisme tentang pemerolehan Bahasa Pertama. [Jurnal Pendidikan Online ]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.28-33%20Teori%20Behaviourisme.pdf [6 Juni 2006].
Salleh, Kulanz.2009. Teori Pemerolehan Bahasa. [Online]. Tersedia : http://kulanzsalleh.blogspot.com/2009/12/teori-pemerolehan-bahasa.html. [28 Desember 2009].
Di unduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Kejutan_budaya         

Seminar BIPA

Nama              : Asih
NIM                : 0706352
Mata Kuliah   : Seminar BIPA

JAWABAN UAS TAKE HOME

1.      Tiga versi pandangan dalam teori pemerolehan bahasa:
a)      Teori Behaviorisme;
Teori behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangan penting dalam memelajari bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa memelajari bahasa berhubungan dengan pembentukan hubungan antara kegiatan stimulu-respon dengan penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh situasi ynag dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang.
b)      Teori Mentalis;
Teori Mentalis (pelopor – Bloomfield, Edward Sapir, Fries, Boas dan Brooks)
Ahli psikologi yang turut berpegang pada teori ini termasuklah B.F Skinner, Pavlov, Hull dan Thorndike. Golongan mentalis berpendapat bahawa bahasa dikuasai melalui proses pengulangan. Oleh yang demikian proses pengajaran bahasa haruslah menekankan latihan dan pengulangan yang banyak.
Teori Pembelajaran Mentalis (Menurut Noam Chomsky)
Teori ini menekankan fungsi mental seseorang manusia itu. Menurut Chomsky, kanak-kanak akan mengalami beberapa peringkat perkembangan dalam pemikiran iaitu bermula dari peringkat terendah deria motor, kemudian kepada pra-operasi, operasi konkrit dan operasi formal. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa, kanak-kanak akan menguasai kemahiran memahami terlebih dahulu sebelum mereka belajar bertutur.
c)      Teori pemerolehan bahasa versi Krashen
Ada Sembilan hipotesis yang diajukan Stephan Krashen mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu:
1.      Hipotesis Pemerolehan-Pembelajaran (Acquisition-Learning Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa ada dua sistem belajar bahasa kedua, setiap sistem terpisah satu sama lain namun saling terkait. Kedua hal tersebut adalah acquired system dan learned system. Acquired system mengacu ke proses bawah sadar yang dikembangkan oleh seorang anak ketika belajar bahasa pertmanya (native language). Selama proses pemerolehan ini biasanya anak tidak terlalu fokus dengan structure, tetapi lebih pada meaning. Sedangkan learned system mengacu pada usaha anak untuk menguasai structure sederhana bahasa kedua. Biasanya hal ini dilakukan dalam situasi yang formal.
2.      Hipotesis Monitor (Monitor Hypothesis)
Hipotesis ini menjelaskan bagaimana hubungan anatara acquired system dan learned system tersebut diatas. Acquired system itu akan bertindak sebagai pengambil inisiatif dalam performasi. Sedangkan pengetahuan yang didapat dari learned system berperan sebagai penyunting dan pengoreksi apabila ada kesalahan dalam structure. Tentu saja peran learned system sebagai penyunting akan sukses bila memenuhi tiga macam kondisi berikut: 1). Pemakai bahasa memiliki waktu yang memadai/tidak terburu-buru. 2). Pemakai bahasa memusatkan perhatiannya pada language structure yang diperlukan. 3). Pemakai bahasa mengetahui structure yang diperlukan pada saat ia berinteraksi.
3.      Hipotesis Urutan Alamiah (Natural Order Hypothesis)
Hipotesis ini menyatakan bahawa dalam proses pemerolehan bahasa anak-anak memperolehan unsur-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diprediksi sebelumnya. Urutan yang dimaksud bersifat alamiah, yaitu, melalui empat tahap: 1. Producing single words.2. Stringing words together based on meaning and not syntax. 3. Identifying the elements that begin and end sentences. 4. Identifying the different elements within sentences and can rearrange them to produce questions
4.      Hipotesis Masukan (Input Hypothesis)
Hipotesis ini menerangkan tentang proses pemerolehan bahasa pada pembelajar bahasa kedua. Pemerolehan itu dapat terjadi apabila masukan (input) itu dapat dipahami (comprehensible). Comprehensible input itu bisa didapatkan melalui tuturan dan bacaan yang dapat dipahami maknanya. Untuk memahami input itu pembelajar bisa dibantu dengan penguasaan tatabahasa yang telah diperoleh sebelumnya, pengetahuan tentang dunia, penjelasan atau gambar-gambar dan struktur tersebut dipahami dan bantuan penerjemahan.
5.      Hipotesis Saringan Afektif (Affective Filter Hypothesis)
Hipetesis ini menekankan akan pentingnya faktor dalam diri pembelajar bahasa (external factors) dalam mensukseskan pemerolehan bahasanya. Faktor-faktor tersebut yaitu: motivasi (motivation), keyakinan diri (self-confidence), dan rasa takut (anxiety). Jika pembelajar memiliki motivasi dan kepercayaan diri yang tinggi maka ia akan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Sebliknya jika ia masih memiliki rasa takut (anxiety) untuk mengungkapkan sesuatu yang diperolehnya atau melakukan latihan, maka akan terjadi mental block (saluran mental yang buntu) sehingga akan menghambat proses pemerolehan bahasanya. Mental block itu akan menghambat comprehensible input ke dalam Language Acquisition Device.
6.      Hipotesi Pembawaan (bakat)
Bahasa kedua diperoleh dari pembaawan (bakat), secara tidak langsung seorang pembelajar bahasa sudah mempunyai pengetahuan awal tentang kaidah pola ujaran. Kaidah itulah yang memungkinkan seseorang mempunyai tuturan baru.
7.      Hipotesis Sikap
Hipotesis sikap dibagi dua yaitu:
Intropert adalah orang yang tertutup dalam pembelajaran bahasa maka dia tidak akan berkembang pemerolehan bahasanya.
Ekstropert : oaring yang sikapnya lebih terbuka terhadap pembelajaran bahasa makana akan lebih cepat dalam pembelajaran bahasa.
8.      Hipotesis Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertam aterjadi apabila sesorang anak manusia semula tanpa bahasa dan kini mulai memperoleh satu bahasa. Bhasa pertama dikatakan diperoleh ketika waktu anak-anak.
9.      Hipotesi Variasi Individual dalam penggunaan monitor
Ada tiga tipe pengguna yaitu:
a.       Monitor pemakai pasif (monitor Overusers) adalah pengguna yang merasa mereka harus “tahu aturan” untuk segalanya dan tidak sepenuhnya memeercayai kemampuan tat bahsa di dalam bahasa kedua.
b.      Tipe underuser, yang tampak sangat bergantung seutuhnya pad apa yang bisa “pilih” dari bahasa kedua.
c.       Optimal User dalah pengguna yang menggunakan pembelajaran sebagai suplemen yang nyata untuk mendapatkan kemahiran/ penguasan, melakukan pengamatan ketika memang diperlukan dan ketika menghalangi komunikasi (misalnya menyiapkan pidato dan menulis).
2.      Pendapat Walbarg Klein (1986) tentang hipotesis pemerolehan bahasa:
Menurut Klien (1986) bahasa asing digunakan untuk menyatakan bahasa yang diperoleh di dalam lingkungan tempat bahasa tersebut biasanya tidak digunakan (yakni biasanya melalui pembelajaran) dan kalau sudah diperoleh, bahasa tersebut tidak digunakan oleh pemelajar dalam situasi rutin , sehari-hari.
3.      Peranan lingkungna formal dan informal dalam pembelajaran BIPA dan hubungan keduanya:
Peranan lingkungan formal dalam pembelajaran BIPA untuk mengetahui kaidah-kaidah bahasa secara baku, secara terstuktur, menurut teorinya,
Peranan lingkungan nonformal untuk tempat berpraktik pembelajar BIPA dalam bahasa. Misalnya percakapan sehari-hari , bahasa di pasar yang tidak sama dengan bahasa formal.
Hubungan keduanya dalam pembelajaran saling mendukung satu sisi pembelajar BIPA memperoleh pembelajaran bahasa secara teori dan satu sisi memperoleh pembelajaran secara langsung bagaiman penggunaan bahasa tersebut digunakan dalam interaksi sehari-hari. Gabnungan dari kedua lingkungan ini akan mempercepat dalam pembelajaran bahasa bagi pembelajar BIPA.
4.      Yang dimaksud dengan kontak budaya, kejutan budaya (shock culture), dilengkapi dengan contohnya!
Kontak budaya adalah pertemuan antara du abudaya baik itu budaya baru maupun budaya lama. Contohnya misalnya budaya Jawa dan budaya Sunda berbau sehingga menimbulkan budaya baru.
Kejutan budaya merupakan istilah yang digunakan bagi menggambarkan kegelisahan dan perasaan (terkejut, kekeliruan, dll.) yang dirasakan apabila seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika berada di negara asing. Contoh Seorang pembelajar Amerika merasa kaget ketika belajar di Indonesia karena perbedaan kultur misalnya dalam hal tegur sapa (basa basi ) ynag sering dilakukan oleh orang Indonesia. Perbedaan makanan, kebersihan dll.
Sumber:
Suherman, Agus. 2008. Makalah Analisis Teori Monitor dalam Akuisisi Bahasa Kedua. Unpad:tidak diterbitkan.
Kristianty, Theresia. 2006. Pandangan-pandangan Teoristik Kaum Behaviorisme tentang pemerolehan Bahasa Pertama. [Jurnal Pendidikan Online ]. Tersedia: http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.28-33%20Teori%20Behaviourisme.pdf [6 Juni 2006].
Salleh, Kulanz.2009. Teori Pemerolehan Bahasa. [Online]. Tersedia : http://kulanzsalleh.blogspot.com/2009/12/teori-pemerolehan-bahasa.html. [28 Desember 2009].
Di unduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Kejutan_budaya         

Senin, 10 Januari 2011

Ssatra Nusantara

LAPORAN PEMENTASAN DRAMA UMANG-UMANG

PENDAHULUAN
 Drama umang-umang merupakan drama besar yang di pentaskan oleh Lakon Teater. Drama umang-umang di tampilkan di dua kota  yaitu di Auditorium PKM UPI Bandung pada tanggal 20-21 November dan Cianjur pada tanggal 30 November sampai 2 desember. Drama umang-umang disutradarai oleh Dedi Warsana.
SINOPSIS
Waska, seorang pemimpin perampokan besar-besaran tengah merencanakan strategi perampokan dengan para pengikutnya. Tetapi muncul satu masalah yang menimpa diri waska, ia tidak berkutik ketika sebuah penyakit aneh menggerogoti dirinya. Ia sering dibuat kaku oleh penyakit itu. Para pengikutnya pun dibuat resah dan sedih dengan keadaan pemimpinnya yang sekarat.
            Ranggong dan Borok anak buahnya yang setia sibuk mencari ramuan yang dapat menyembuhkan penyakit pimpinannya itu. Lalu mereka mencari sepasang dukun sakti yang dapat membuat ramuan dadar bayi. Dengan susah payah mereka memaksa dukun itu untuk membuatkan ramuan dadar bayi yang dapat memperpanjang usia manusia.
            Berkat ramuan itu, Waska dapat hidup normal kembali. Ranggong dan Borok pun ikut meminum ramuan tersebut. Dan karena ramuan itu, mereka tidak bisa mati. Bagaimana pun mereka berusaha membunuh diri mereka sendiri, tetap tidak bisa. Akankah mereka berhasil mewujudkan keinginan mereka?
TOKOH DAN PEMAIN
1.      Yussak Anugrah sebagai Semar, Waska.
2.      Sahlan Bahuy sebagai Ranggong.
3.      Chandra Kundapawana sebagai Borok.
4.      Aggung Purnama Putra sebagai Debleng.
5.      Agung Kurniawan sebagai Gustav.
6.      Dwi Aryanto Arnando sebagai Buang.
7.      Sandi ‘Qming’ Setiawan Sentosa sebagai Jafar.
8.      Jajang arkidam sebagai Juru kunci, Engkos.
9.      Ayu Suminar sebagai Bigayah.
10.   Dedi Warsana sebagai Jonathan/seniman.
11.  Wildan Tangginas sebagai Mbah Albert.
12.  Lela Siti Nurlalila sebagai Mbah Putri.
13.  M. Ramllan sebagai nabi.
14.  Femia Yuniastuti sebagai Mbok Jamu.
15.  Ilda M. Jauhari sebagai anak juru kunci.
16.  Ratih puspitasari sebagai satu, Ibu titi.
17.  Annisa Anggraini sebagai tukang pijat, Ibu Samad.
18.  Dewi Kartika sebagai koor.
19.  Dwi zahra sebagai dua, koor.
20.  Kristiawan sebagai anak kecil.
PENULIS NASKAH
Diantara delapan bersaudara, arifin mengaku berparas paling jelek. Anak kedua Mohammad adanan, penjual sate keturunan kiai, menggeluti kegiatan puisi dan teater sejak di SMP. Bersekolah di Yogyakarta, ia bergabung dengan Lingkar Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta.
            Sajak pertamanya. Langgar Purwodiningratan, mengenai mesjid tempat ia bertafakur. Naskahnya Lampu Neon, atau Nenek tercinta, memenangkan sayembara Teater Muslim, 1967. Ia kemudian bergabung dengan teater tersebut. Setelah selesai kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas cokroaminoto, ia pindah ke Jakarta. Ia mendirikan teater Kecil (Teater Ketjil).
            Lakon-lakonnya antara lain: Kapal-kapal (1970), Tengul (1973), Madekar dan Tarkeni (1974), Umang-umang (1976), dan Sandek Pemuda Pekerja (1979). Lakon Kapai-kapia dimaonkan orang dalam bahasa Inggris dan Belanda di AS, Belgia, dan Australia. Pada tahun 1984, ia menulis lakon Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi.
TENTANG PEMENTASAN
Pementasan Umang-umang sendiri cukup menarik banyak nilai-nilai yang disampaikan kepada penonton. Misalnya saja tidak enak juga hidup abadi sementara sahabat-sahabat sudah tidak ada. Hidu pun menjadi tidak berarti. Naskah karya Arifin ini memang syarat akan nilai-nilai. Waska pun merampok karena keadaan yanya memaksanya. Anak buah Waska pun begitu setia kepada Waska hingga mereka rela melakukan apa saja asal Waska bisa tetap hidup. Pementasan drama ini menarik denagn ditambahkan nyanyian-nyanyian seta para pemain yang total memainkan perannya masing-masing.
            Pementasan diawali dengan munculnya Semar sebagai pembuka cerita. Penonton dituntun oleh Semar untuk memasuku pementasan drama ini. Drama ini melibatkan banyak pihak dari mulai penata musi, penata kostum, koreografer dan koor . Sealin itu ada cinta yang tulus yang diberikan Bigayah untuk Waska meskipun Waska tak pernah merespons ketulusan hati Bigayah. Sekeras apapun usaha Bigayah tetap tidak meluluhkan hati Waska. Begitu pula Ranggong Dan Borok yang begitu setia kepada Waska. Dalam pementasan Jumat Malam tanggal 20 November 2009 kemarin, sayangnya tidak ada diskusi. Tentunya akan lebih menarik kalau diadakan sebuah diskusi untuk berbagi cerita tentang proses pementasan drama Umang-umang. Mungkin tidak ada diskusi dikarenakan waktu sudah terlalu malam serta pementasan yang terlamnat sekitar 30 menit. Waska disatu sisi adalah orang yang bertanggung jawab kepada anak buahnya dia merampok untuk kehidupan anak buahnya tetapi disisi lain hal yang dilakukan Wasta salah yaitu dengan cara merampok. Jadi teringan cerita Si Pitung yang merampok untuk kebaikan. Dan pada akhirnya Waska, Ranggong dan Barok tidak merasa nyaman hidup abadi hinga akhirnya mereka tertidur dan mereka tertidurketika terbangun mereka sudah melihat jasad diri mereka.
PENUTUP
Pementasan drama ini sangat menarik untuk ditonton karena menyampaikan nilai-nilai yang bisa diambil hikmahnya. Perpindahan adegan satu ke adegan berikutnya sangat bagus serta ditambah dengan nyanyian dan tarian serta musik yang menambah susana drama menjadi lebih hidup.

Tugas Kuliah

Nama               : Asih
NIM                :0706352
Kelas               : Dik 5C
Mata Kuliah    : Sastra Nusantara
Pengertian Sastra
1.      Dalam bahasa-bahasa barat sastra disebut literature (Inggris), literature (Jerman), literature (Prancis), dan semuanya berasal dari bahasa latin litteratura. Litteratura  diciptakan dari terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti “huruf’ (tulisan, letter).
2.      Dalam bahasa Belanda terdapat kata gletterd  orang yang berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra.
3.      Dalam bahasa jerman Schrifftum yang meiputi segala sesuatu tertulis dan Dichtung biasanya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan kenyataan, jadi bersifat rekaan dan secara imflisit ataupun eksplisit dianggap mempunyai nilai estetis.
4.      Dalam bahasa Cina perkembangan semantik agak kompleks, kata yang dekat dengan sastera literature, adalah kata  wen, yang menurut asalnya “ikatan tenunan” kemudian “pola, sususnan, struktur” dan dari situ berkembang arti yang agak dekat dengan sastera (bandingankan juga kata text yang etimologinya juga berkaitan dengan kata textie dalam bahasa latin :”tenunan, pola dll) (Liu,1975: Introduction; Plaks 1977).
5.      Dalam bahasa Arab tidak ada sepatah kata yang artinya bertepatan dengan sastera; kat yang paling dekat barangkali adab.   Dalam arti sempit adab berarti belles-letters atau susastera tetapi berarti sekaligus kebudayaan, sivilisasi atau dengan kata arab lain tamaddun. Disamping itu ada berbagai kata yang menunjukkan bentuk sastera tertentu seperti kasidah, dan sudah tentu kata syi’r yang berarti puisi. Dalam bahasa melayu kata syair.
6.      Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar sas- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
7.      Kesusastraan : susastra + ke – ansu + sastrasu berarti indah atau baik. Sastra berarti lukisan atau karangan. Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah. Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.

Pengertian Sastera Nusantara
Les Insolindes, Insulinde, barangkali adalah istilah lain dari Nusantara yang menunjukkan kepada suatu kawasan yang terdiri dari berbagai pulau. Pengertian sempitnya,barangkali identik dengan wilayah yang sekarang menjadi wilayah negara Republik Indonesia dan budaya Melayu sehingga mencakup Malaysia  Barat & Timur serta Brunei. Mungkin termasuk juga Filipina Selatan dan Muangthai Selatan serta Timor Leste.
Sedangkan dalam dunia sastra, istilah ini  menunjukkan kepada karya-karya seni yang menggunakan berbagai bahasa di berbagai pulau dan daerah di wilayah Republik Indonesia sebagai sarana utama pengungkapan diri, pengungkapan rasa dan karsa. Jika pemahaman begini benar maka konsekwensi nalarnya, bahwa yang disebut sastra Nusantara, tidaklah sebatas karya-karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Sastra berbahasa Indonesia hanyalah menjadi salah satu saja dari sastra Nusantara atau sastra Indonesia.
Jika kita sepakat dengan pengertian Nusantara seperti ini maka kita akan memasukkan karya-karya besar seperti I La Galigo dari TanahBugis, Sansana Bandar Bandar,Sansana Kayau Pulang dari Tanah Dayak, pantun-pantun, gurindam dan seloka Melayu , karya-karya yang ditulis oleh warga dari etnik Tionghoa atau Indo sebagai bagian dari sastra Nusantara dan bukan hanya membatasinya pada karya-karya yang ditulis dalam bahasa Indonesia "Modern" yang secara usia sangat pendek usianya dibandingkan dengan karya-karya tersebut dan yang kita sangat kurang indahkan. Sedangkansastra Indonesia jauh lebih tua usianya daripada sastra berbahasa Indonesia. Membatasi cakupan sastra Nusantara pada yang berbahasa Indonesia "modern" lebih memperlihatkan kepongahan , kekenesan dan kecupetan atau sektarisme   pandangan. Barangkali. Terdapat masalah jika dilihat secara otntologi sebagai sisa  atau varian dari pandanganhegemonik "modernitas" dan yang disebut besar dan puncak sebagaimana yang dirumuskan dalam UUD '45 dahulu. 
Pengertian sastra warna lokal, gambaran daerah terlalu seperti pakaian, sopan santun, dialek yang melatari kehidupan tokoh dalam karya sastra dan hanya bersifat dekoratif. Warna tempatan, misalnya Minangkabau dalam beberapa novel Balai Pustaka (Zaidan, dkk, 1994: 214).
Sastra warna tempatan, penggambaran, corak atau ciri khas suatu masa atau daerah tertentu serta pemakaian bahasa atau kata-kata daerah yang bersangkutan dengan tujuan kisahan, menjadi lebih menarik dan keasliannya lebih tampak. Sikap dan lingkungan tokoh juga ikut mendukung corak setempat (Sudjiman, 1970:17-18).
Sastra warna lokal pada hakikatnya, realitas sosial budaya suatu daerah yang ditunjuk secara langsung oleh fiksionalitas suatu karya sastra. Secara intrinsik dalam struktur karya sastra warna lokal selalu dihubungkan dengan unsur-unsur pembangkitannya, yaitu latar belakang penokohan, gaya bahasa, dan suasana. Dalam kontek sastra sebagai sistem tanda, warna lokal selalu dikaitkan dengan kenyataan hidup, yaitu kenyataan sosial budaya secara luas. Komponen-komponennya antara lain adat istiadat, agama, kepercayaan, sikap, filsafat hidup, hubungan sosial, struktur sosial atau sistem kekerabatan (Mahmud, 1987:25)
Sastra warna lokal atau setempat, sastra berwarna daerah dengan pelukisan-pelukisan daerah serta kekhasannya baik secara geografis maupun secara sosial kultural. Tema, tempat, waktu, suasana, tokoh dan bahasa atau dialek turut menentukan warna lokal atau setempat.
Sastra warna lokal memberikan informasi kepada para pembaca mengenai suatu daerah baik mengenai keadaan alamnya maupun keadaan penduduknya (tokoh-tokohnya) Seperti adat istiadat, sifat, struktur masyarakat, bahkan sejarah dan bahasanya.
Daftar Rujukan
Faqih, Fahmi. 2008. Jurnal Toddopuli: Sastra Nusantara adalah Sastra Kepulauan.Di unduh dari http: sangumang kusni.com.
Purba, Antilan. 2009. Sastra Indonesia Berwarna Lokal.  Di unduh dari www.google.com.
Saujana. 2008. Sosial, Budaya, Politik, Sastra dan Pendidikan.di unduh dari http: www.google.com
Teeuw, A. 2006. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.