Selamat Datang

Selamat Datang di rumah kata Asihocan.

Senin, 10 Januari 2011

Sasatra nusantara

Transformasi Bentuk Cerita Calon Arang
Calon Arang : Perempuan Korban Patriarki
oleh
Asih (0706352)


“Larung...larung...larung. apa yang terjadi dengan anakku, ia bersedih.”
“Hamba Nyai, tadi hamba sempat mendengar di psar orang-orang desa menggunjingkan Ratna Manggali karena belum juga menikah.”
“jadi mereka berbuat begitu kepada anakku, lihat pembalasanku. Larung ikut aku.”
Dialog diatas merupakan sepenggal dialog antara Calon arang dengan muridnya yang bernama Larung. Dialoh diatas merupakan penggalan dialog yang ada dalam drama pegelaran sastra Dik C 2007 tahun 2009.
Tentunya kita sudah mengenal cerita Calon Arang. Calon arang merupakan salah satu cerita rakyat dari Bali. Calon Arang pun pernah difilmkan oleh artis Suzana pada tahun 1985. Dalam hal ini berari Calon Arang mengalami proses transformasi yang asalnya dari sastra lisan menjadi suatu bentuk yang lain. Selain dalam bentuk film pun Calon Arang juga ditransformasikan dalam bentuk sendratari, drama, puisi bahkan sebuah novel. Tentunya dalam hal ini cerita Calon Arang mengalami transformasi dari segi bentuk. Transformasi sendiri adalah proses penggubahan teks baik dari segi isi, fungsi maupun bentuk. Dalam trasnformasi dikenal empat proses penciptaan kembali yaitu ekspansi yaitu proses penciptaan dengan perluasan bentuk maupun isi. Konversi yaitu penggantian dalam hal fungsi. Modifikasi yaitu penggubahan. Ekserpt yaitu modifikasi dalam hal tatabahasa, manifulasi struktur, penceritaan dan kesusastraan. Dalam artikel ini akan lebih dijelaskan mengenai proses penciptaan secara ekspansi dimana cerita asali teks Calon Arang ditransformasikan menjadi bentuk yang lain yang tadinya hanya sastra lisan. Penyebarannya pun dari mulut ke mulut, namun sekarang sudah lebih luas.
Dalam setiap bentuk transformasinya cerita Calon Arang mempunyai keunikan tersendiri. Transformasi dalam hal puisi misalnya dalam buku antologi puisi Calon arang karya Toeti Herati dengan judul Calon Arang kisah perempuan Korban Patriarki dalam antologi puisi ini diceritakan bahwa Calon Arang bukan lah orang yang selalu dipersalahkan, bikan orang yang jahat melainkan dia seorang korban. Isi puisinya sendiri merupakan curahan hati dari Calon Arang.
Dalam pementasan drama Calon Arang Dik C pun Calon arang digambarkan bahwa mempunyai sosok baik, meskipun ia meneluh orang-orang desa. Di sisi lain Calon arang merupakan seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa kepada anakknya. Ia ingin melakukan hal terbaik untuk anaknya. Memberikan semua yang terbaik untuk anaknya layaknya  seorang ibu biasanya. Namun sayangnya pernikahan anaknya dengan seorang pemuda Empu Bahula membawanya kepada kematian. Ini merupakan suatu siasat yang digunakan untuk menggetahui kelemahan Calon Arang. Siasat untuk memusnahkan Calon Arang.
Dari segi Novel karya Pramoedya cerita mengalami transformasi ekspani yang mengalami perluasan abik isi maupun fungsi kareana dilihat dari sudut pandang menurut pengarngnya. Dalam novelnya cerita Calon Arang merupakan cerminan dari sikap beberapa tokoh. Hal ini terlepas dari ciri penulisan pengarangnya (Pramoedya Ananta Toer) yang memiliki kekhasan dalam setiap tulisannya karena sarat oleh gagasan/pemikiran-pemikiran yang Beliau tuangkan dalam setiap tulisannya. Oleh karena itu cerita Calon Arang yang ditulis Pramodya Ananta Toer memberikan kebebasan kepada pembaca tentang makna apa yang tersirat dalam cerita tersebut.
Calon Arang adalah seorang wanita yang memiliki ilmu hitam, sengaja meneluh seluruh rakyat karena kesakithatiannya terhadap mereka yang mengejek Manggali anaknya. Bahkan tak ada satu pun yang mau menikahi anaknya gara-gara ibunya adalah seorang tukang teluh. Sampai akhirnya Calon Arang mampu ditaklukan oleh seorang pendeta bernama Empu Baradah.
Dari cerita tersebut terkesan bahwa Calon Arang adalah tokoh antagonis dan Empu Baradah adalah seorang penyelamat yang di utus Raja untuk menghancurkan kekejaman Calon Arang. Namun di akhir cerita penulis memberikan ciri lain tentang Empu Baradah yang pergi ke kerajaan Bali saat kerajaan terbagi menjadi dua, dan di sana ditunjukan sifat lain dari Empu Baradah yang menjelaskan bahwa sifat seorang manusia tidak selamanya baik, begitu pun dengan Calon Arang tidak selamanya dia jahat, karena Calon Arang melakukan teluh kepada seluruh rakyat pun didasarkan pada kasih sayangnya terhadap Manggali. Oleh karena itu pembaca dibebaskan untuk berfikir siapa yang salah atau benar dan bagaimana berbuat seharusnya.
Cerita ini disajikan dalam beberapa rangkaian cerita yaitu cerita tentang kerajaan, lalu bercerita tentang Calon Arang, Empu Baradah beserta anaknya dan muridnya Empu Bahula.
Perubahan bentuk dari cerita asli yang dituturkan dengan cerita yang ditulis Pramoedya Ananta Toer tentu memeliki beberapa perbedaan. Cerita asli dituturkan dengan bahasa pada saat itu sedangkan Pramoedya menceritakan Calon Arang dengan bahasa Indonesia, dengan menggunakan diksi-diksi yang sesuai dengan ciri khas kepenulisannya. Lalu sudut pandang yang digunakan pun berbeda, Pram menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam menceritakan Calon Arang dan di awal serta di akhir cerita adalah tentang kerajaannya itu sendiri. Serta amanat yang disampaikan dalam cerita Calon Arang yang ditulis Pram lebih menisyaratkan kepada kegelisahan yang dirasakan penulis terhadap satu konflik dan memberikan pemahaman tentang bagaimana mencintai lingkungan (dalam hal ini kerajaan) serta cara mempertahankannya untuk tidak terpecah belah dan rakyatnya tetap bersatu. Hal tersebut mengingatkan pembaca untuk dapat memiliki rasa nasionalisme.
Dalam bentuk sendratari cerita Calon Arang dikisahkan bahwa dramatari ini memadukan antara unsur gerak tari, cerita dan sedikit magis. Tokoh Calon Arang sendiri diidentikkan dengan tokoh Barong Ket yang merupakan tokoh sentral dalam cerita dramatari. Perubahan yang terjadi adalah dengan adanya perubahan teks menjadi gerak.
Calonarang, sebuah cerita semi sejarah dari zaman pemerintahan raja Airlangga di Kahuripan (Jawa timur) pada abad ke IX. Cerita lain yang juga sering ditampilkan dalam drama tari ini adalah cerita Basur, sebuah cerita rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Bali. Karena pada beberapa bagian dari pertunjukannya menampilkan adegan adu kekuatan dan kekebalan (memperagakan adegan kematian bangke-bangkean, menusuk rangda dengan senjata tajam secara bebas) maka Calon Arang sering dianggap sebagai pertunjukan adu kekebalan (batin). Dramatari ini pada intinya merupakan perpaduan dari tiga unsur penting, yakni Babarongan diwakili oleh Barong Ket, Rangda dan Celuluk, unsur Pagambuhan diwakili oleh Condong, Putri, Patih Manis (Panji) dan Patih Keras (Pandung) dan Palegongan diwakili oleh Sisiya-sisiya (murid-murid). Tokoh penting lainnya dari dramatari ini adalah Matah Gede dan Bondres. Karena pagelaran dramatari ini selalu melibatkan Barong Ket maka Calon Arang sering disamakan dengan Barong Ket. Pertunjukan Calon Arang bisa diiringi dengan Gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, maupun Gong Kebyar. Dari segi tempat pementasan, pertunjukan Calon Arang biasanya dilakukan dekat kuburan (Pura Dalem) dan arena pementasannya selalu dilengkapi dengan sebuah balai tinggi (trajangan atau tingga) dan pohon papaya.(sumber ASTI).
Transformasi dari segi filmnya pun Calon arang mengalami ekranisasi yang diambil dari kisah aslinya. Film ini pun lebih menyudutkan kepada okoh Calon Arang yang dianggap jahat, suka meneluh orang. Dalam hal ini diceritakan bahwa Calon Arang adalah seorang tokoh antagonis. Dia berbuat semau dia sehingga rakyat sengsara. Calon Arang, janda sakti yang berambisi merebut tahta Kerajaan Daha melampiaskan amarah ambisinya pada rakyat, hingga menimbulkan keresahan pada masyarakat. Putrinya yang bernama Ratna Manggali, yang sudah berumur belum juga mendapatkan suami. Hal ini menambah amarah Calon Arang. Akibatnya, orang semakin takut untuk melamar putrinya. Untuk mengatasi keganasan Calon Arang, Raja Daha mencari tahu kelemahan janda sakti itu dengan meminta Empu Bahula, murid Empu Baradah untuk mengawini Ratna Manggali. Setelah rahasia kelemahan Calon Arang diketahui, Empu Barada dan Empu Bahula menyerang Calon Arang dan gerombolannya. Penyerangan berhasil, Bahula tetap memperistri Ratna Manggali.

Dari segi bentuk Calon Arang memang telah mengalami perubahan. Dari segi fungsi pun Calon arang mengalami perubahan yang tadinya Calon Arang digambarkan peran antagonis dia adalah orang yang selalu membuat keonaran namun, lama kelamaan fungsi pencitraan Calon Arang lama kelamaan mulai tergeser ada beberapa orang yang menggambarkan bahwa Calon Arang merupakan seorang korban dari keadaan yang mengharuskannya berbuat seperti itu. Maka tidaklah heran kalau Toeti Herati menulis bahwa Calon Arang merupakan tokoh perempuan korban Patriarki. Seperti yang kita tahu Calon Arang merupakan tokoh perempuan pemimpin dizamannya. Dia mempunyai kekuasaan. Namun karena kekuasaan tersebut dia harus membayarnya dengan kematian yang dijalankan melalui anak yang dia sayangi yaitu Ratna Maggali.
Sumber lain mengatakan bahwa cerita Calon rang bukanlah cerita mitos belaka tetapi memang benar-benar terjadi pada zaman itu. Calon Arang pun tidak meneluh orang-orang desa melaikan saat itu memang sedang terjadi penyebaran penyakit kolera yang tengah melanda negeri Daha pada saat itu. Jika hal tersebut benar adanya memang benar Calon Arang merupakan seorang korban. Calon Arang dikambing hitamkan atas keaadaan yang terjadi saat itu. Bukan hanya hak sebagai pemimpin yang diambil dari Calon Arang tetapi secara tidak langsung mengambil nyawa Calon Arang karena kesalahpahaman. Karena dia seorang perempuan maka dia tidak berhak untuk memimpin.
Cerita Calon Arang ini jika dilihat dari pemaparan tadi mengalami proses penciptaan secara ekspansi karena di dalamnya bukan hanya bentu yang mengalami perubahan akan tetapi dari segi isinya pun mengalami perubahan. Bahkan dari fungsinya, secara tidak langsung Calon Arang pun mengalami proses penciptaan secara modifkasi. Lama kelamaan masyarakat menjadi beralih sudut pandang bahwa Calon rang adalang seorang korban.
Daftar Rujukan
Katalog Film Indonesia 1926-1995 / JB Kristanto.-– Jakarta: Grafiasari Mukti, 1995
http://id.wikipedia.org/wiki/Calon_Arang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar